Ketika anda mendengar nama pulau tersebut maka saya yakin sekali yang terlintas dikepala anda semua sebuah pulau dimana didalamnya terdapat beraneka ragam jenis kembang atau bunga buat sebagian orang menyebutnya. Hal itu pula yang saya alami ketika berkunjung kesana, kenyataannya jauh sekali dari apa yang saya lihat. Sedikitpun saya tidak melihat kembang yang beraneka ragam, atau mungkin hamparan kebun bunga yang wangi semerbak. Sepanjang mata melihat yang ada hanyalah sebuah pulau dengan pepohonan yang lebat dan “monyet”… yak… anda memang tidak salah membaca, isi dari pulau kembang ini ada monyet-monyet yang berkeliaran secara bebas.

Istilah Pulau Kembang timbul dari pedagang-pedagang Inggris, yang sekitar tahun 1698 telah membuka kantor dagang di Banjarmasin.

Hubungan dagang antar Banjarmasin dengan Inggris tidak begitu lama terjalin dan ditandai dengan hubungan yang tidak begitu baik. Selanjutnya, timbul hasrat ‘urang-urang’ Banjar untuk menghancurkan kekuasaan raja Inggris yang ada di Tanah Banjar. Dalam penghancuran itu raja Banjar tidak sendirian, melainkan dibantu atau tergantung kepada tenaga penduduk asli golongan Biaju di daerah Barito.

Pada tahun 1757, di suatu malam sekitar 3.000 orang Biaju (Suku Dayak Ngaju) turun ke muara Cerucuk. Di sana sebagian dari mereka memulai aksinya melakukan penyerangan terhadap loji serta benteng Inggris. Sedang sisanya bertugas menghancurkan kapal-kapal yang berada di Sungai Barito.

Menurut cerita orang tua bahari (orang tua zaman dahulu), bangkai kapal Inggris itu lambat laun tertimbun lumpur Sungai Barito, sehingga menjadi sebuah pulau di tengah-tengah Sungai Barito. Pulau inilah yang kemudian dinamakan orang Pulau Kembang.

Versi lain mengatakan bahwa tanah yang baru muncul di permukaan itu mengambang atau menguap sehingga makin lama makin meluas dan akhirnya pulau itu dinamakan Pulau Kembang atau “Pulau Meluap”.

Versi lainnya lagi menyebutkan setelah muncul di permukaan air dan ditumbuhi hutan, hutan ini didiami sekelompok monyet. Orang-orang desa sekitarnya menganggap monyet-monyet ini tidak lain adalah (jelmaan) orang-orang halus yang memakai sarungan monyet.

Kemunculan pulau yang baru ini bagi masyarakat Banjar dianggap aneh dan akhirnya dijadikan tempat bernazar. Apabila mereka ke Pulau Kembang tak lupa membawa sesajen seperti pisang, telor, nasi ketan dan lain-lain. Kesemuanya selalu disertai mayang pinang dan kembang-kembang. Sesajen ini biasanya diberikan kepada sekelompok monyet.

Berdasarkan versi-versi tersebut di atas jelaslah mengapa pulau ini dinamakan Pulau Kembang karena setiap orang yang berkunjung, berekreasi atau berhajat ke tempat ini selalu dibarengi dengan acara penaburan kembang. Lambat laun masyhurlah sebutan untuk pulau di tengah-tengah Sungai Barito ini sebagai Pulau Kembang.

PhototasticCollage-2015-12-18-19-58-13http://sarungkoper.com/mengunjungi-monyet-lucu-di-pulau-kembang/

Untuk menuju pulau ini tidak terlalu sulit. Travelers hanya cukup menyewa perahu kecil bermesin atau orang sekitar menyebutnya dengan istilah klotok yang bisa travelers jumpai si sepanjang sungai-sungai sekitar Banjarmasin. Biaya sewanya pun cukup variatif, tetapi rata-rata sekitar Rp. 100.000 hingga Rp. 150.000. Biaya yang travelers yang keluarkan tersebut sudah termasuk mengunjungi pasar terapung Muara Kuin. Karena Pulau Kembang ini jaraknya tidak terlalu jauh dari pasar terapung Muara Kuin. Selain itu, biaya sewa tersebut bisa berlaku hingga seharian penuh, atau sampai kunjungan wisata selesai dilakukan.

            Sesaat sebelum klotok berlabuh di dermaga Pulau Kembang, puluhan monyet sudah siap menyambut kedatangan travelers, dan tidak jarang para monyet nekat memasuki klotok untuk menjarang makanan yang travelers sengaja bawa. Bagi travelers yang tidak terbiasa akan kehadiran monyet, apalagi travelers perempuan, pasti akan berteriak histeris ketakutan. Tapi jangan terlalu khawatir berlebihan, karena monyet-monyet di sini sudah sangat akrab dengan manusia, dan tidak akan melukai siapapun.

            Tepat diatas dermaga terdapat loket yang diisi oleh beberap apetugas penjaga loket yang siap menyambut kedangtang travelers. Harga tiket untuk bisa masuk lebih dalam lagi di Pulau Kembang ini sangat terjangkau, yaitu hanya sekitar Rp. 3.500 per orangnya. Dengan uang yang travelers keluarkan tadi, bisa sepuasnya mengelilingi Pulau Kembang.

            Ketika pertama kali melangkahkan kaki memasuki gerbang Pulau Kembang, travelers akan melihat fasilitas wahana bermain untuk anak yang sudah tidak terawat. Kondisinya yang sangat memprihatinkan sedikit mengganggu pemandangan Pulau Kembang yang masih hijau, asri, alami, dan dipenuhi puluhan monyet. Ketika melangkahkan kaki lebih jauh lagi ke dalam Pulau Kembang, travelers akan menjumpai sebuah jembatan dari kayu yang meliuk-liuk. Dari atas jembatan itu, travelers bisa sepuasnya menikmati keindahan alam yang terpampang nyata, sambil memberi makan monyet yang terus mengikuti kemanapun travelers melangkan.

            Keadaan Pulau Kembang ini masih sangat asri dengan ditumbuhi tanaman khas Kalimantan. Suasana ketika berada di tempat ini sungguh berbeda dengan suasana di sekitaran Sungai Barito, yang cenderung sibuk dengan lalu lalangnya kapal tanker, depo Pertamina, bongkar muat, lalu lalang kapal pengangkut batubara, pabrik, dan lain sebagainya. Mungkin inilihan resiko yang dirasakan semua kota besar, tidak terkecuali Kota Banjarmasin.

Sumber:

  • http://kabarbanjarmasin.com/posting/asal-usul-pulau-kembang.html
  • http://sarungkoper.com/mengunjungi-monyet-lucu-di-pulau-kembang/