NO HELMET2MULAI DEKAT SITUSBATU GAMELANBATU2 SITUSSITUS GUNUNG PADANG DAN TEROWONGAN LAMPEGAN

Kunjungan kali ini saya dan beberapa teman dari perkumpulan fotografi dan travelling akan mengunjungi suatu situs purbakala yaitu SITUS PURBAKALA GUNUNG PADANG yang berlokasi di  Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Rute yang kami ambil untuk perjalanan ini adalah Bogor-Sukabumi-Cianjur, dengan menggunakan jasa angkutan Kereta Api.  Stasiun yang hanya melayani rute ini adalah Stasiun Paledang yang hanya melayani rute Bogor-Sukabumi.  Letaknya agak lumayan jauh dari Stasiun Bogor, dengan berjalan kaki.

Sebagai check-point yang pertama adalah Stasiun Manggarai untuk nantinya kami bersama-sama akan menggunakan Commuter Line menuju Bogor. Kami berangkat sebelum subuh mengingat waktu itu adalah weekend sudah pasti dipastikan kereta akan penuh (untunglah kami sudah beli tiket lebih dahulu seminggu sebelumnya jadi bisa dipastikan kami akan kebagian tempat duduk)

Dari stasiun Paledang Bogor, kereta Pangrango Ekonomi AC berangkat tepat jam 7.55, dan benar saja … pada hari itu ternyata stasiun Paledang sudah penuh dengan calon penumpang yang akan ke Sukabumi. Perjalanan naik kereta ini cukup menyenangkan karena kereta berjalan dengan kecepatan tidak terlalu kencang, bahkan kami sempat motret di gerbong paling belakang … hehehehee …      

Stop over di Sukabumi,kereta berubah nama menjadi Kereta Siliwangi Ekonomi AC. Ternyata seperti ini bentuk stasiun Sukabumi.  Sebuah Stasiun dengan arsitektur Belanda yang kental, tidak terlalu ramai seperti layaknya  Stasiun di kota besar yang lain, tetapi tetap apik ditata sehingga menggoda kita untuk turun dan berfoto2  lagi ….

Dari Sukabumi, kita langsung bertolak ke Cianjur dengan tujuan Stasiun Lampegan.  Sampai di Stasiun Lampegan, sudah banyak ojek yang menunggu kami yang berlomba-lomba menaarkan jasa untuk mengantarkan ke lokasi situs. Sayang sekali pemerintah daerah setempat seharusnya dapat menertibkan para tukang ojeknya agar tidak terkesan “liar” karena berebutan menawarkan jasanya, sehingga akan mengurangi kenyamanan para wisatawan yang datang.

Naik ojek yang memacu adrenalin menuju situ Gunung padang, melawati perkebunan teh dan hutan2, bukit, kiri kanan jurang merupakan pengalaman yang tidak terlupakan… daaan… gak pake helm !! Sangatlah disayangkan karena seharusnya para tukang ojeg ini dapat ikut menjaga keselamatan wisatawan dengan menyediakan helm selama di perjalanan

Sampai di depan gerbang, kita diwajibkan untuk membayar retribusi sebagai karcis tanda masuk ke area situs.  Hawa pegunungan yang sejuk menerpa kami setelah lumayan berkeringat karena adrenalin dipacu naik ojek dari stasiun tadi.

Tibalah saatnya untuk menaiki tangga menuju ke lokasi situs.  Lokasi situs ini berada di puncak bukit dengan ratusan anak tangga purba yang terbuat dari batu dengan kemiringan yang ekstrim. Dibutuhkan fisik dan tenaga yang prima untuk mencapai kawasan situs di puncaknya. Sebenarnya disediakan jalan alrenatif memutar kea rah puncak, tetapi ada mitos mengatakan bahwa jika tidak melewati tangga purba yang asli, maka tidak afdol untuk sampai ke puncak bukitnya.

Sesampai di puncak, kita dapat menemukan ribuan bebatuan yang membentuk pepunden berudak dan juga ribuan batu yang berserak tersebar di beberapa lokasi situs.  Situs Gunung Padang ini adalah merupakan situs megalitik berbentuk punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara, dan peradaban Situs Gunung Padang lebih tua dari peradaban Mesopotamia di Irak dan Pyramid Giza di Mesir, yang selama ini dipercaya sebagai peradaban tertua di dunia dengan usia antara 2.500 hingga 4.000 tahun Sebelum Masehi.  Luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m2 dengan luas areal situs kurang lebih sekitar 25 Ha dengan tinggi 110 m.

Konon jika malam bulan purnama tiba, masyarakat di sekitar situs yang berlokasi di bawah puncak bukit sering mendengar alunan gamelan misterius yang datang dari arah puncak bukit. Dan memang setelah kita bertemu dengan salah satu kuncen disitu, ada beberapa batu yang jika dipukul akan menimbulkan bunyi dengan nada tertentu. Yang sampai sekarang jadi pemikiran saya adalah, apakah dahulu tempat ini merupakan sebuah candi seperti Borobudur atau memang dahulu sudah berserakan seperti sekarang, dan jikalau berserakan, alangkah saktinya orang-orang jaman purbakala dahulu, bisa membawa batu2 ini keatas, dan bahkan membuat undakan batu dari bawah hingga ke atas.

Setelah puas kami berfoto, kamipun turun dengan melalui jalan samping yang ternyata tidak securam waktu naik, dan sesampainya dibawah, kami sudah ditunggu oleh para tukang ojek tadi. Kembali kami harus memacu adrenalin kami menyusuri pegunungan, lembah dan jurang tanpa helm pengaman di kepala kami dank arena jalannya menurun, motor kamipun rasanya terbang melayang cepat sekali.

Di Stasiun Lampegan, kami sempat berfoto sejenak dengan mengambil lokasi sekitar Stasiun dan juga terowongan kuno yang dibangun pada jaman penjajahan belanda yaitu terowongan Lampegan.

Entah ini hanya mitos ataupun Sejarah, namun hal ini tidak kalah menariknya untuk di ceritakan yakni cerita mistik Nyi Ronggeng Sadea.

 

Cerita raibnya Nyi Ronggeng Sadea secara turun menurun hingga kini terus berkembang dimasyarakat sekitar Kamp Lampegan, Desa Cibokor Kec. Cibeber, Cianjur.

 

Diceritakan pada tahun 1882 Terowongan Lampegan selesai dibangun, untuk menghibur pejabat Belanda dan menak-menak Priangan, diundang Nyi Sadea, seorang ronggeng terkenal waktu itu. Usai pertunjukan, menjelang dinihari Nyi Sadea diantar pulang oleh seorang pria melalui terowongan yang baru diresmikan. Sejak itu Nyi Sadea hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Ada 2 cerita berkembang, yang pertama Nyi Sadea karena kecantikannya diperistri oleh ‘penunggu’ terowongan Lampegan dan yang kedua adalah Nyi Sadea dijadikan tumbal saat peresmian Lampegan dan konon jasadnya di tanam di dalam tembok terowongan.

 

 Mr Aditya Pratomo is a SCS Rooms Division Hotel Management Department, love tourism, Traveling and Photography are his Hobbies.